Sejarah Provinsi
Jawa Barat
Jawa Barat adalah sebuah provinsi
di Indonesia.
Ibu kotanya berada di Kota Bandung. Perkembangan Sejarah menunjukkan
bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah
Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan
UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat
merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Bagian barat
laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ibu kota negara
Indonesia. Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan
berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat.
Saat ini terdapat wacana untuk mengubah nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi
Pasundan, dengan memperhatikan aspek historis wilayah ini.
Sejarah
Temuan arkeologi tnghuni Jawa Barat ditemukan di Anyer
dengan ditemukannya budaya logam perunggu dan besi dari sebelum milenium
pertama. Gerabah tanah liat prasejarah zaman Buni (Bekasi kuno) dapat ditemukan
merentang dari Anyer sampai Cirebon. Jawa Barat pada
abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara.
Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara
banyak tersebar di Jawa Barat. Ada tujuh prasasti yang ditulis dalam aksara
Wengi (yang digunkan dalam masa Palawa India) dan bahasa Sansakerta yang
sebagian besar menceritakan para raja Tarumanagara.
Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara,
kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung
Kulon sampai Kali Serayu dilanjutkan oleh Kerajaan
Sunda .
Salah satu prasasti dari zaman Kerajaan Sunda adalah prasasti Kebon Kopi II
yang berasal dari tahun 932. Kerajaan sunda beribukota di Pakuan Pajajaran
(sekarang kota Bogor).
Pada abad ke-16, Kesultanan Demak tumbuh menjadi
saingan ekonomi dan politik Kerajaan Sunda. Pelabuhan Cerbon (kelak menjadi Kota
Cirebon) lepas dari Kerajaan Sunda karena pengaruh Kesultanan Demak.
Pelabuhan ini kemudian tumbuh menjadi Kesultanan
Cirebon yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Pelabuhan Banten
juga lepas ke tangan Kesultanan Cirebon dan kemudian tumbuh menjadi Kesultanan
Banten.
Untuk menghadapi ancaman ini, Sri Baduga Maharaja, raja Sunda saat itu, meminta putranya, Surawisesa
untuk membuat perjanjian pertahanan keamanan dengan orang Portugis di Malaka
untuk mencegah jatuhnya pelabuhan utama, yaitu Sunda Kalapa, kepada Kesultanan Cirebon dan
Kesultanan Demak. Pada saat Surawisesa menjadi raja Sunda, dengan gelar Prabu
Surawisesa Jayaperkosa, dibuatlah perjanjian pertahanan keamanan
Sunda-Portugis, yang ditandai dengan Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal,
ditandatangani dalam tahun 1512. Sebagai imbalannya, Portugis diberi akses
untuk membangun benteng dan gudang di Sunda Kalapa serta akses untuk
perdagangan di sana. Untuk merealisasikan perjanjian pertahanan keamanan
tersebut, pada tahun 1522 didirikan suatu monumen batu yang disebut padrão
di tepi Ci Liwung.
Meskipun perjanjian pertahanan keamanan dengan
Portugis telah dibuat, pelaksanaannya tidak dapat terwujud karena pada tahun
1527 pasukan aliansi Cirebon – Demak, dibawah pimpinan Fatahilah atau
Paletehan, menyerang dan menaklukkan pelabuhan Sunda Kalapa. Perang antara
Kerajaan Sunda dan aliansi Cirebon – Demak berlangsung lima tahun sampai
akhirnya pada tahun 1531 dibuat suatu perjanjian damai antara Prabu Surawisesa
dengan Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon.
Dari tahun 1567 sampai 1579, dibawah pimpinan Raja
Mulya, alias Prabu Surya Kencana, Kerajaan Sunda mengalami kemunduran besar
dibawah tekanan Kesultanan Banten. Setelah tahun 1576, kerajaan Sunda tidak
dapat mempertahankan Pakuan Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda, dan akhirnya
jatuh ke tangan Kesultanan Banten. Zaman pemerintahan Kesultanan Banten,
wilayah Priangan (Jawa Barat bagian tenggara) jatuh ke tangan Kesultanan
Mataram.
Jawa Barat sebagai pengertian administratif mulai
digunakan pada tahun 1925 ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat.
Pembentukan provinsi itu sebagai pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun
1922,
yang membagi Hindia Belanda atas kesatuan-kesatuan daerah provinsi. Sebelum
tahun 1925, digunakan istilah Soendalanden (Tatar Soenda) atau
Pasoendan, sebagai istilah geografi untuk menyebut bagian Pulau Jawa di sebelah barat Sungai Cilosari dan
Citanduy yang sebagian besar dihuni oleh penduduk yang menggunakan bahasa Sunda
sebagai bahasa ibu.
Pada 17 Agustus 1945, Jawa Barat bergabung menjadi
bagian dari Republik Indonesia.
Pada tanggal 27 Desember 1949 Jawa Barat menjadi
Negara Pasundan yang merupakan salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat sebagai hasil
kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia,
Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini
disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai
perwakilan PBB.
Jawa Barat kembali bergabung dengan Republik Indonesia
pada tahun 1950.